Saturday, November 8, 2008

minggu pagi

Pada suatu pagi saya terbangun. Terbangun dan dunia tampak berbeda. Saya menggeliat perlahan, menikmati peregangan setiap sendi pada tubuh saya. Sebersit matahari pagi menerobos melalui celah-celah korden putih. Saya menyipitkan mata dan menguap. Pagi yang malas dan kebahagiaan yang jelas. Mungkin ini sebabnya dunia terlihat berbeda, atau paling tidak, hari-hari saya terlihat berbeda. Jari-jari saya terlihat mencolok di tengah sinar putih. Cat kuku merah marun yang sudah mulai mengelupas. Jelek banget. Besok saya tambal. Hari sudah mencapai pertengahannya. Matahari yang melewati celah korden dengan tanpa ragu-ragu terasa hangat. Saya masih memandangi langit-langit. Berusaha menemukan sumber rasa bahagia yang begitu jelas dan kabur di saat bersamaan. Kebahagiaan yang terlalu nyata dan ambigu. Saya tersenyum kecil, dan buru-buru menghapusnya lagi. Apa coba senyum-senyum sendiri? Saya tarik selimut sampai ke dagu dan memejamkan mata sebentar. Aah, pertengahan hari Minggu yang santai. Kenapa waktu tidur itu bukan pagi sampai siang hari? Saat sore hari matahari meredup dan melembut seharusnya kita baru bangun dan memulai hari di bawah cuaca yang bersahabat, tanpa ada panas terik yang membakar, sambil sesekali menatap bulan atau bintang kalau cuaca cukup cerah. Lalu saat matahari pagi mulai muncul, disertai semburat-semburat ajaib yang muncul di angkasa sebagai pengantar mimpi indah yang sempurna, kita tidur. Saya kembali membuka mata, karena dunia tidak berjalan seperti itu. Menggeliat lagi perlahan sambil mengumpulkan tenaga untuk bangun. Menoleh ke samping kanan dan saya tersenyum lebar. Kenapa daritadi saya mencari sumber kebahagiaan di langit-langit kamar sementara dia sedang bernafas teratur di samping saya? Saya mengambil kamera dan mengabadikannya, setiap lekuk wajah tidurnya yang damai tertimpa sinar yang masuk melalui celah-celah korden putih kamar ini.

Klik.
Sekarang wajah itu abadi.

Saya mengecup matanya yang terpejam dan berjalan ke kamar mandi.

No comments: