Saturday, November 8, 2008

sebentar lagi, sebuah mimpi

Cahaya sore hari mulai meredup. Ketika saya memejamkan mata, siluet jendela kamar saya telah bercampur dengan sinar kemerahan yang perlahan berubah gelap. Perlahan, sangat perlahan. Seperti ketika saya berusaha memahami dan belajar peduli pada kamu. Dengan lembut, redup sore hari membelai rambut saya dan membuat saya terlelap tenang. Sejenak saja. Hanya untuk menguapkan kelelahan yang bertengger di kedua bahu saya yang mulai lemas.

Saya bermimpi tentang kamu.

Tentang kedua matamu yang membuat saya bertanya ingin tahu. Tentang senyummu yang menyembunyikan sesuatu. Bermimpi tentang suaramu yang tenang. Suaramu, setenang tidur sejenak sore ini, yang selalu berhasil melepas lelah yang bersikeras duduk di kedua bahu saya yang tidak cukup kokoh. Saya melihat diri saya memandang ke dalam kedua mata itu, tempat kamu bersembunyi dengan rapi, sambil berusaha menangkap kilas demi kilas kelebatan jujur yang terkadang berlari menyeberang dari satu sisi ke sisi lain. Pada saat-saat seperti itu, saya akan tersenyum di dalam hati. Memilih untuk berpura-pura tidak melihat mereka melintas. Membiarkan mereka menampakkan diri pada saat yang tepat. Perlahan, dengan terbuka, dan tidak terpaksa.

Di dalam mimpi, kamu mengulurkan tangan, menunggu saya menggandengnya. Lagi-lagi, saya berpura-pura tidak melihat uluran itu. Tersenyum di dalam hati, menunggu mereka yang bersembunyi di balik kedua mata itu keluar. Perlahan, dengan terbuka, dan tidak terpaksa.

Kamu mungkin kecewa. Barangkali kamu sempat merasa saya berjalan menjauh. Saya tertawa kecil. Kenapa kamu terlihat aneh? Saya selalu menganggap kamu sebagai salah satu dari kita. Hanya seringkali saya terlalu sibuk melindungi diri. Dari apa? Entah, saya tidak pernah yakin. Mungkin dari matahari siang yang terik. Atau cahaya kemerahan senja yang akan selalu berubah menjadi gelap. Mungkin juga dari tengah malam yang begitu diam dan kesepian. Bisa juga pagi hari yang mengharuskan saya menghadapi kewajiban. Dari kamu. Dari musuh-musuh di dalam diri sendiri. Entah. Saya terlalu sibuk melindungi diri.

Sebentar lagi saya akan terbangun. Karena hari-hari tidak selalu merupakan mimpi. Saat saya terbangun, kamu tidak akan berada di sini. Tapi hari ini akan segera berlalu. Dan begitu juga dengan besok. Juga hari-hari setelah besok. Dan pada saatnya, saya mungkin akan menggandeng tanganmu yang terulur. Perlahan, dengan terbuka, dan tidak terpaksa.

No comments: